Senin, 31 Oktober 2011

PERATURAN MUATAN INDONESIA 1970 N.I - 18 BAB II


BAB II

MUATAN MATI

Pasal 2.1 berat sendiri

1. Berat sendiri dari bahan bahan bangunan terpenting dan dari beberapa konstruksi yang harus dipakai di dalam menentukan muatan mati, harus diambil seperti yang tercantum dalam tabel 1.

2. Apabila bahan bangunan atau konstruksi setempat memberikan berat sendiri yang jauh menyimpang dari harga harga yang tercantum dalam Tabel 1, maka berat sendiri tersebut harus ditentukan tersendiri, dan harga yang didapat kemudian dicantumkan di dalam peraturan bangunan setempat sebagai pengganti dari harga yang tercantum dalam Tabel 1. Penyimpangan ini terjadi terutama pada pasir (a.l. pasir besi titan), kerikil (a.l. kerikil kwarsa), batu pecah batu alam, batu bata, batu belah, batu gunung, batu bulat, jenis jenis kayu dan genting, begitu pula pada konstruksi konstruksi yang mengandung bahan bahan tersebut.

3. Apabila dai hasil penentuan berat sendiri ternyata diperoleh harga yang melampaui harga harga dalam tabel 1 lebih dari 10 %, maka harga harga tersebut yang harus dipakai.

4. Berat sendiri dari bahan bangunan dan dari konstruksi yang tidak tercantum dalam tabel 1, harus ditentukan tersendiri.

5. Berat sendiri seperti disebut dalam ayat ayat (2), (3), dan (4), harus ditentukan dengan memperhitungkan kelembaban setempat.

6. Penentuan berat sendiri seperti disebut dalam ayat ayat (3) dan (4), harus dilakukan dengan disaksikan dean disetujui oleh pengawas bangunan yang berwenang.

7. Ke dalam pasal ini tidak termasuk syarat syarat bahan dan syarat syarat konstruksi.

Pasal 2.2 Reduksi muatan mati yang memberikan pengaruh yang menguntungkan

1. Apabila muatan mati memberikan pengaruh yang meguntungkan terhadap tegangan tegangan yang bekerja di dalam suatu unsur dan/atau bagian bangunan, maka sebagai muatan mati harus diambil harga berdasarkan Tabel 1 dikalikan dengan koefisien reduksi 0,9.

2. Apabila muatan mati suatu konstruksi dan/atau sebagian dari padanya memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap kestabilan, maka dalam perhitungan kemanan guling, muatan mati tersebut (kalau perlu termasuk berat blok blok jangkar) harus dikalikan dengan koefisien reduksi 0,9.

TABEL 1

BERAT SENDIRI BAHAN BANGUNAN DAN KONSTRUKSI

BAHAN BANGUNAN

BERAT SENDIRI

Pasir (kering udara sampai lembab)

1.600 kg/m3

Pasir (jenuh air)

1.800 kg/m3

Kerikil (kering udara sampai lembab, tidak diayak)

1.650 kg/m3

Pasir Kerikil (kering udara sampai lembab)

1.850 kg/m3

Batu Pecah (tidak diayak)

1.450 kg/m3

Batu karang (berat tumpuk)

700 kg/m3

Batu belah, batu gunung dan batu bulat (berat tumpuk)

1.500 kg/m3

Tanah, tanah liat dan tanah geluh (kering udara sampai lembab)

1.700 kg/m3

Tanah, tanah liat dan tanah geluh (basah)

2.000 kg/m3

Batu alam

2.600 kg/m3

Beton *) **)

2.200 kg/m3

Beton bertulang **)

2.400 kg/m3

Pasangan batu bata

1.700 kg/m3

Pasangan batu belah, batu gunung dan batu bulat

2.200 kg/m3

Pasangan batu karang

1.450 kg/m3

Besi tuang

7.250 kg/m3

Baja

7.850 kg/m3

Timah hitam (timbel)

11.400 kg/m3

Jenis jenis kayu : bisa dilihat di PKKI – NI 5

KONSTRUKSI

BERAT JENIS

Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk muatan hidup paling tinggi 200 kg/m2

40 kg/m2

Langit langit dan dinding (termasuk rusuk rusuknya. Tetapi tanpa penggantung langit langit atau pengaku pengaku). Terdiri dari:

a. Semen asbes (eternitdan bahan lain sejenis. Dengan tebal maksimum 4 mm.

11 kg/m2

b. Kaca dengan tebal 3-4 mm

10 kg/m2

Penggantung langit langit (dari kayu). Dengan bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s. minimum 0,80

7 kg/m2

Adukan per cm tebal:

a. Dari semen

21 kg/m2

b. Dari kapur, tras atau semen merah

17 kg/m2

Dinding dinding pasangan batu bata:

a. Satu batu

450 kg/m2

b. Setengah batu

250 kg/m2

Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton. Tanpa adukan , per cm tebal

24 kg/m2

Aspal, termasuk bahan bahan mineral penambah per cm tebal

14 kg/m2

Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidan atap

50 kg/m2

Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso, per m2 bidang atap

40 kg/m2

Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng/ gulung gulung

10 kg/m2

Semen asbes gelombang (tebal 5 mm)

11 kg/m2

Kamis, 27 Oktober 2011

CARA PEMBUATAN PONDASI TIANG STRAUS


1. Pertama tama letak tiang straus supaya ditentukan terlebih dahulu (uitzet), sumbu tiang straus harus tepat pada sumbu dinding tembok yang didukungnya.

2. Pada titik dimana tiang straus didirikan, supaya dilubang vertikal dengan jalan mengebor sampai kedalaman pada lapisan tanah cukup keras, tetapi dalamnya tidak lebih dari 3,5 meter. Garis tengah bor cukup diambil 30 cm.

3. Setelah pekerjaan pengeboran selesai atau bersamaan dengan pekerjaan pengeboran, pada lubang tanah lalu dimasukkan pipa besi dengan garis tengah yang sesuai dengan garis tengah bor (lubang tanah), sehingga ujung pipa tersebut sampai pada dasar pengeboran.

4. Setelah bor tanah ditarik keluar dari pipa besi, kemudian dalam pipa dimasukkan beton kering sebanyak kurang lebih 0,12 m3 dengan perbandingan campuran beton 1PC : 2PS : 3KR yang telah diaduk homogen.

5. Guna pemadatan campuran beton kering dalam pipa, dipakailah timbris dengan berat kurang lebih 100 kg yang terbuat dari besi atau kayu dengan garis tengah kurang lebih 25 cm atau 27 cm . Dipakai lebih kecil dimaksudkan agar mempermudah pekerjaan.

6. Campuran beton kering dalam pipa, kemudian ditimbris beberapa kali sambil pipa secara perlahan diangkat ke atas setinggi kurang lebih 50 cm.

7. Campuran beton kering dalam pipa, setelah ditimbris beberapa kali akan mendesak tanah dasar dan tanah di sampingnya hingga menjadi bentuk kebulat bulatan dan keadaan seperti ini dapat berfungsi sbagai telapak kaki pondasi tiang straus.

8. Sesudah permukaan beton kering yang ditimbris dalam pipa mencapai sama tinggi dengan ujung yang telah diangkat setinggi kurang lebih 50 cm, pekerjaan timbris lalu dihentikan dan alat timbris ditarik keluar dari pipa.

9. Selanjutnya rangkaian tulangan beton kolom bulat dengan garis tengah sesuai dengan garis tengah lubang pipa yang terdiri dari tulangan pokok 6 Ø 12 mm dengan begel (sengkang) spiral Ø 8 mm dengan jarak s = 15 cm dimasukkan ke dalam pipa besi.

10. Sesudah tulangan distel (diatur) dengan baik yaitu satu sumbu dengan pipa dan terletak di dasar beton tumbuk, kemudian campuran beton cair dengan perbandingan 1 : 2 : 3 yang telah diaduk homogen lalu dimasukkan ke dalam pipa. Bersamaan dengan proses pengecoran, beton cair dipadatkan dengan alat getar (vibrator) dan pipa besi diangkat perlahan lahan ke luar dari lubang tanah hingga seluruh lubang tanah terisi penuh dengan beton.

11. Selanjutnya pekerjaan seperti di atas dapat dilakukan lagi untuk pembuatan tiang straus yang lain.


sumber: buku Ilmu Bangunan Gedung 3

Rabu, 26 Oktober 2011

CARA PENGUJIAN KADAR AIR AGREGAT KASAR


TUJUAN

Untuk menentukan kadar air yang dikandung oleh agregat kasar sehingga dapat diperhitungkan dalam perancangan campuran beton.


TEORI DASAR

Kadar air yang dikandung agregat dapat mempengaruhi kuat tekan beton atau dengan kata lain faktor air semen (fas) dapat mempengaruhi kuat tekan beton. Dalam rancangan campuran beton kondisi agregat dianggap dalam keadaan kering permukaan atau jenuh (saturated surface dry condition/SSD) oleh karena itu kadar air agregat harus diperikasa sebelum dipergunakan. Jika agregatnya tidak jenuh air, maka agregat akan menyerap air campuran beton yang menyebabkan kurangnya air untuk proses pengerasan. Dengan mengetahui kadar air dari agregat dapat ditaksir/diperhitungkan untuk penambahan maupun pengurangan air dalam suatu cam

puran beton.

ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

1. Cawan

















2. Kain Lap



















3. Skop kecil














4. Oven



















5. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram















LANGKAH LANGKAH PERCOBAAN

1. Ambil sampel dalam keadaan alami (lapangan) sebanyak ±100 gram

2. Timbang dengan ketelitian 0,01 gram, misalnya A gram

3. Keringkan dengan oven pada suhu 1050 ±100 sampai berat tetap

4. Kemudian timbang misalnya B gram

5. Kadar air sampel dapat dihitung dengan rumus: →Ka= (A-B)/B x 100


PEMERIKSAAN AGREGAT KASAR

I

II

III

Berat wadah (gr)

Berat Sampel + Wadah (gr)

Berat Sampel (A gr)

Berat Sampel Kering + Wadah (gr)

Berat Sampel Kering (B gr)

Kadar Air = (A-B)/B x 100

Kadar Air rata rata (%)

Selasa, 25 Oktober 2011

PERATURAN MUATAN INDONESIA 1970 N.I - 18

postingan ini lanjutan dari peraturan muatan indonesia 1970 yang sebelumnya
http://angga09united.blogspot.com/2011/09/peraturan-muatan-indonesia-1970-ni-18.html

Pasal 1.2 Tegangan yang diizinkan:

1. Dalam peninjauan kombinasi pembebanan tetap, seperti ditentukan dalam pasal 1.1 ayat (2) A, dalam keadaan apapun tegangan yang diijinkan tidak boleh dinaikan.

2. Dalam peninjauan kombinasi pembebanan sementara. Seperti ditentukan dalam Pasal 1.1 ayat (2) B. Dapat diadakan kenaikan tegangan yang diijinkan. Kenaikan ini bergantung pada jenis tegangan dan jenis konstruksi, dan diambil sbb:

a. Pada konstruksi baja, kenaikan tegangan yang diijinkan didalam baja, paku keling dan baut pas, untuk tekan, tarik dan geser adalah 33 %.

b. Pada konstruksi beton bertulang, kenaikan tegangan yang diijinkan adalah sbb:

- Untuk tekan, tarik dan geser di dalam beton adalah 100 %.

- Untuk tekan, tarik dan geser di dalam baja-tulangan adalah 50 %.

- Untuk tegangan lekat antara beton dan baja-tulangan adalah 50 %.

c. Pada konstruksi kayu, kenaikan tegangan yang diijinkan untuk tekan, tarik dan geser adalah 50 %.

d. Pada tanah pondasi, kenaikan daya dukung yang diijinkan dapat diambil sbb:

Tanah

Kenaikan yang diijinkan (%)

Jenis

Daya dukung (kg/m2)

Keras

>5

50

Sedang

2 – 5

30

Lunak

0,5 – 2

0 – 30

Amat Lunak

0 – 0,5

0

3. Apabila dalam peninjauan kombinasi pembebanan khusus seperti ditentukan dalam pasal 1.1 ayat (2) C sebagai pengaruh khusus pada bangunan dan atau unsur bangunan adalah gaya gaya dinamis yang sering bekerja berulang kali dengan atau tanpa berbalik tanda, seperti pada keran, jembatan, dll. , maka harus diadakan penurunan tegangan yang diijinkan, untuk memperhitungkan gejala kelelahan dari bahan.

Pasal 1.3 Muatan – batas bangunan

Dalam perencanaan konstruksi bangunan dengan analisa muatan batas (ultimate load/limit analysis), maka dalam peninjauan kombinasi kombinasi pembebanan seperti yang ditentukan dalam pasal 1.1, masing masing muatan harus dikalikan dengan koefisien muatan (load factor) yang berlaku untuk masing masing muatan itu.

Pasal 1.4 Kestabilan Bangunan

Setiap bangunan harus ditinjau kestabilannya pada setiap kombinasi pembebanan seperti yang ditentukan dalam pasal 1.1 ayat (2). Koefisien keamanan terhadap kestabilan itu, seperti terhadap guling, dll., harus minimum 1,5.

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Search